Masjid Cheng
Hoo Palembang sebenarnya
bernama Masjid Al Islam Muhammad Cheng Hoo Sriwijaya Palembang adalah Masjid bernuansa Muslim Tionghoa yang berlokasi di Jakabaring Palembang. Masjid ini didirikan atas prakarsa
para sespuh, penasehat, pengurus Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI)
Sumsel, dan serta tokoh masyarakat Tionghoa di sekitar Palembang.Mesjid yang didirikan warga
keturunan ini juga memiliki imam baru yang sudah hafal 30 juz dari kitab suci
umat Islam, Al-Quran yaitu Choirul Rizal.
Selain itu,
Mesjid yang dibangun dengan perpaduan unsur Cina, melayu, dan nusantara ini
sudah menyelesaikan beberapa bagian masjid seperti rumah imam, pagar
sekeliling, dan mengaktifkan Tempat Pendidikan Al-Quran untuk anak-anak secara
gratis. Pembangunan masjid ini diawali dengan peletakkan batu pertama 2003. Modal awal pembangunan masjid itu sekitar Rp 150
juta dari hasil kumpul-kumpul dengan kawan-kawan di PITI. Tanah tempat masjid
berdiri merupakan hibah dari pemerintah daerah dan baru diresmikan pada 2006.
Sejarah
Laksamana
Cheng Hoo
Keberadaan
Laksamana Cheng
Ho tak
dipisahkan dari Palembang. Sejak melakukan pelayaran
mengelilingi dunia, Cheng Ho sempat tiga kali datang ke Palembang. Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar
ketiga dari Dinasti Ming. Nama aslinya adalah Ma He,
juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao (馬 三保), berasal dari provinsi Yunnan. Ketika pasukan Ming menaklukkan Yunnan, Cheng Ho
ditangkap dan kemudian dijadikan orang kasim. Ia adalah seorang bersuku Hui,
suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun beragama Islam.
Alam
penyebaran Islam di Indonesia, selain dilakukan para pedagang
dari Arab dan sekitarnya, ternyata para pedagang asal Tionghoa ikut berperan menyebarkan Islam di
daerah pesisir Palembang. Di sini pula peran Laksamana Cheng Ho dalam
menyebarkan Islam di Palembang. Armada Cheng Ho sebanyak 62 buah kapal dan tentara yang
berjumlah 27.800 yang dipimpinnya itu pernah empat kali berlabuh di pelabuhan
tua di Palembang. Pada 1407 Kota Palembang yang berada di bawah kekuasaan
Sriwijaya pernah meminta bantuan armada Tiongkok yang ada di Asia Tenggara
untuk menumpas perampok-perampok Tionghoa Hokkian yang mengganggu ketenteraman.
Kepala perampok Chen Tsu Ji tersebut berhasil diringkus dan dibawa ke Peking.
Semenjak itu, Laksamana Cheng Ho membentuk masyarakat Tionghoa Islam di Kota
Palembang yang memang sudah ada sejak zaman Sriwijaya banyak didiami orangorang
Tionghoa. Gerombolan perompak yang dipimpin Chen Tsu Ji, sebenarnya bekas
seorang perwira angkatan laut China asal Kanton. Dia melarikan diri ketika
Dinasti Ming berkuasa. Pelariannya berlabuh di Palembang. Kedatangannya ke
Palembang telah membuat resah para pedagang yang singgah. Sebab, Chen Tsu Ji
membawa ribuan pengikutnya dan membangun basis kekuasaan di Palembang, atau
dalam bahasa China, po-lin-fong, yang berarti ”pelabuhan tua.” Selama berkuasa
di Palembang, Chen Tsu Ji menguasai daerah sekitar muara Sungai Musi, perairan
Sungsang, dan Selat Bangka. Anak buah Chen Tsu Ji merompak semua kapal yang
melintasi perairan itu. Kebetulan atau tidak, daerah-daerah itu sampai kini
jadi kantung-kantung bandit Palembang. Selama perjalanan Cheng Ho antara
1405–1433 M, dia pernah empat kali ke Palembang. Tahun 1407 masehi, armada
Cheng Ho mampir ke Palembang dalam rangka menumpas perompak yang dipimpin Chen
Tsui Ji tersebut. Kemudian, pada tahun 1413–1415M, 1421–1422M, dan tahun
1431–1433 M, armada Cheng Ho berlabuh ke Palembang. Setelah memberantas para
perampok, Laksamana Cheng Ho berlabuh hingga tiga kali ke
Palembang. Namun, tidak ada yang tahu maksud dan tujuannya.[1]
Arsitektur
Masjid
Sriwijaya Muhammad Cheng Hoo, sebuah masjid yang berlokasi di Jakabaring ini punya
disain arsitektur China, mampu menampung jamaah sekitar 600
dan berlantai 2.
Masjid Cheng
Ho punya desain arsitektur yang unik, yang memadukan unsur-unsur budaya lokal
Palembang dengan nuansa Cina dan Arab. Masjid yang dibangun di atas tanah
5.000 meter persegi ini berada di sebuah kompleks perumahan kelas menengah.
Menara di kedua sisi masjid meniru klenteng-klenteng di Cina, dicat warna merah dan hijau giok.
Masjid ini
mulai digunakan sejak Agustus 2008. Tidak ada pembatas yang memisahkan jamaah
laki-laki dan perempuan di dalam masjid. Laki-laki salat di lantai pertama,
sedang perempuan di lantai kedua. Di lingkungan masjid ini ada sebuah rumah
kecil buat imam, sebuah kantor, sebuah perpustakaan, dan sebuah ruang
serbaguna.
Fungsi
Fungsi
masjid Cheng Ho lebih dari sekadar tempat ibadah. Masjid ini menghelat
kegiatan-kegiatan agama dan kemasyarakatan, dan telah menjadi sebuah tujuan
wisata, yang menarik para pengunjung dari Malaysia, Singapura, Taiwan dan
bahkan Rusia.
Masjid Cheng
Ho menjadi bukti bahwa di Indonesia ada ruang bagi para warga untuk
mengekspresikan identitas unik mereka – percampuran tradisi dan budaya Tionghoa
dan Islam dalam konteks lokal Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar